Warteggourmet, Mengubah Tampilan Makanan Warteg Seperti di Restoran Mewah
Warteggourmet, Mengubah Tampilan Makanan Warteg Seperti di Restoran Mewah

Menu makanan di warteg pasti udah nggak asing lagi kan buat kita? Tapi akun yang satu ini berhasil membuat seperti menu di restoran mewah.

Warteg merupakan salah satu warung makan yang penyebarannya paling banyak di Indonesia selain warung padang. Di Jakarta sendiri, warung tegal (warteg) hampir bisa ditemui di tiap sudut jalan. Dan pastinya selalu dipenuhi oleh orang-orang ketika di jam makan tiba.

Menu-menu yang tersedia juga biasanya yang Indonesia banget. Mulai dari yang manis, pedes, hingga yang asin. Lauknya pun mulai dari tempe, ikan, sampai ayam dan daging. Semua lengkap tersedia di warung yang biasanya juga menjual minuman sachet.

Nah, dari menu-menu yang tersedia di sana, pasti udah nggak asing lagi kan buat kita? Tapi pernah kepikiran nggak untuk mengubah menu-menu makanan yang ada di warteg menjadi seperti pada restoran fine dining ? Buat yang belum tau, fine dining adalah konsep makan yang terbilang mewah. Saking mewahnya, ketika berkunjung ke restoran yang menyajikan layanan fine dining pakaian kita juga harus rapi. Makanan yang ditawarkan juga ditampilkan dengan sangat cantik.

Dade Akbar orang di balik akun @warteggourmet yang berhasil mengubah makanan warteg dengan tampilan seperti yang biasa kita temui di restoran fine dining. Ia udah konsisten membagikan tampilan-tampilan menu makanan warteg yang diubah dengan cantik selama empat tahun terakhir.

Mostly idenya itu tentang makanan Indonesia. Saya mau menyampaikan sesuatu yang lebih fresh dari makanan Indonesia, saya mau promote dengan caranya sendiri,” ujar Dade saat ditemui di studionya.

Sambil menikmati es kopi susunya, Dade menjelaskan bagaimana awal ketertarikan dirinya untuk membuat makanan lokal menjadi tampilan yang sangat cantik.

“Karena saat itu nggak ada yang mikirin (untuk membuat menu makanan warteg jadi terlihat cantik). Mungkin juga karena saya melihat dramatisasi dari sebuah makanan yang sebetulnya ada di sekitar kita tapi suka terlupakan,” kata pria berkacamata tersebut.

Memilih menu makanan di warteg juga karena merupakan makanan sehari-harinya dan juga ia udah terbiasa menikmatinya. Jadi begitu idenya muncul Dade nggak merasa kesulitan karena memang bisa dilakukannya setiap hari tanpa perlu usaha ekstra.

“Karena ini sebenarnya ada di depan mata, tinggal dikulik aja mau diapain lagi (menu-menu tersebut). Jagi nggak usah jauh-jauh lagi mencari inspirasi dengan yang ada aja mau diapain.”

Untuk proses kreatif di belakangnya, Dade mengatakan awalnya dirinya merasa “gatel” karena nggak menemukan menu tempe yang sesuai dengan ekspektasinya. Mungkin di warteg satu ia menemukan tempe yang sesuai, tapi belum tentu di tempat lain juga sama.

Dade juga mengaku kadang ia menemukan makanan yang sesuai dengan keinginannya, tapi sayangnya nggak selalu bisa ditemui di semua warteg. Dicontohkan olehnya adalah tempe, beberapa kali beli tempe nggak menemukan yang pas untuknya.

“Misalnya tuh saya suka beli tempe yang garingnya seperti ini, soft -nya gitu, mungkin lebih enak diginiin, dan lainnya. Meski ada juga yang sesuai ekspektasi saya. Jadi ketika nggak bisa menemukan yang saya mau, nggak jarang juga saya masak sendiri.”

Karena dirinya emang suka mengambil makanan dari warteg untuk bisa di- elevate secara visual yang diinginkan. Lama kelamaan dirinya jadi suka eksplor bahan sendiri untuk bisa menampilkan hasil yang cantik.

“Prosesnya juga terkadang saya sketch dulu mau buat format makanannya kayak gimana plating -nya. Dari situ baru keliatan kalo misalnya telornya lucu kalo diginiin, terongnya dan ikannya bisa diapain, dari sini baru hunting makanannya.”

Meski begitu inspirasi lainnya juga bisa datang ketika dirinya sampai di warteg atau pasar. Meski melihat menu makanan yang biasa aja, tantangan pada dirinya itu adalah harus bisa melihat sisi eksotis dari suatu makanan itu sendiri. Harus bisa melihat keindahan di balik makanan itu sendiri.

Untuk makanan yang susah atau yang gampang dikreasikan itu nggak jadi masalah untuknya, justru dalam memenuhi ekspektasi orang yang menjadi tantangannya. Karena yang dibuat olehnya merupakan tampilan baru yang nggak semua orang setuju dengan tampilannya.

Pria penyuka ketoprak ini mengatakan misalnya aja tempe orek yang semua orang tau bentuk, warna, dan rasa dari tempe orek. Tapi yang ia buat adalah tempe orek yang berbeda misalnya menggunakan likuid atau gel. Nggak semua orang bisa terima dengan tampilan orek yang beda. Gimana caranya cari sweet spot antara old tradition sama new exploration yang ia kreasikan.

Ia juga menceritakan bagaimana cara dirinya bisa melihat hal tersebut. Caranya adalah dengan datang dan melihat langsung ke warteg atau pasar. Dari situ baru bisa dilihat apa yang bisa diangkat melihat dari bentuknya.

“Misalnya ikannya diambil buntut atau kepalanya doang, juga siripnya bisa dibuat apa, dipotong dalam bentuk gimana? Sebenernya keindahannya udah ada, cuma gimana caranya kita transfer jadi sesuatu yang baru,” tambah dade.

Ternyata setelah rajin menampilkan foto dan plating yang bagus di Instagram, Dade mengaku nggak memiliki basic sebagai fotografer atau food stylish. Dirinya memiliki background seni rupa, semua yang udah ia pelajari dituangkan ke dalam sesuatu yang ia suka yaitu makanan. Seperti bagaimana ia bisa “mengulik” makanan menggunakan ilmu yang ia punyai.

Mostly idenya itu tentang makanan Indonesia. Saya mau menyampaikan sesuatu yang lebih fresh dari makanan Indonesia, saya mau promote dengan caranya sendiri

Melalui akun @warteggourmet, pria yang menyukai tempe kering ini mengaku ingin lebih menampilkan realita yang biasa kita temui di kehidupan sehari-hari dan sedikit “menyentil” orang-orang yang lebih suka dengan makanan luar bernama keren.

Hal ini ditampilkan dari potret makanan yang cantik, namun dibarengi dengan penulisan caption yang sedikit lucu.

“Sebenernya ingin menertawakan realita yang ada. Di mana banyak orang yang mengagungkan nama-nama makanan yang keren-keren dari luar negeri, saya malah mengangkat makanan kita sendiri.”

“Kalo dianalogikan seperti kita nggak akan posting foto kalo nggak lagi liburan. Sama juga kayak nggak akan foto makanan kalo nggak lagi makan di restoran. Makanya melalui @warteggourmet saya mengangkat yang sedikit nyeleneh,” tambahnya.

Untuk masalah eksekusi diakui saat ini udah mengalami kemajuan. Awalnya diakui hanya menggunakan ponsel untuk memotretnya dan itu pun ponsel yang meminjam dari teman.

“Awalnya mah saya grab and go. Setelah beli langsung dieksekusi (potret). Bahkan motretnya pun pake ponsel temen karena ponsel saya ‘ancur’ banget. Masalah eksekusi juga nggak terlalu dipikirin yang penting idenya dapet. Tapi sekarang udah mulai berubah udah mulai mikirin punya production value yang lebih ‘bener’ karena itu emang yang mau saya capai dari dulu.”

Selain permasalahan kamera ponsel, dulu masalah yang sering dialami dalam proses produksi adalah cahaya yang kurang mendukung. Diakui oleh Dade karena dirinya sering melakukan foto malem hari. Akhirnya pelan-pelan mulai beli lampu agar fotonya lebih proper. Kemudian masalah awal kembali muncul. Karena cape dirinya harus upgrade ponsel mulu, akhirnya diputuskan untuk membeli kamera untuk menunjang hasil gambar yang lebih bagus lagi.

Sebelum mengakhiri pembicaraannya bersama Endeus, Dade memberikan tips untuk bisa menghasilkan foto makanan yang baik untuk Instagram. Ada tiga yang perlu diperhatikan ketika ingin mengambil foto makanan.

Angle, komposisi, dan cahaya yang paling penting untuk menghasilkan foto yang bagus. Perhatikan juga dengan properti yang baik untuk mendukung konsep foto tersebut. Karena biasanya (untuk motret makanan Indonesia) ‘kepentok’ sama masalah warna dan bentuk. Jadi konsep dari fotonya itu sendiri harus kuat,” tutupnya.

Lion Haloho