Menikmati Kuliner Khas Dari Kepulauan Kei Bersama ACMI
Menikmati Kuliner Khas Dari Kepulauan Kei Bersama ACMI

ACMI atau Aku Cinta Makanan Indonesia berbagi cerita mengenai pengalaman mereka menikmati kuliner khas Kepulauan Kei, Maluku Tenggara.

ACMI (Aku Cinta Makanan Indonesia) baru saja pulang dari Kepulauan Kei, Maluku Tenggara. Bersama Ade Putri dan Debryna yang telah menjelajah pulau Kei Kecil, Kei Besar, dan Tanimbar Kei selama 10 hari, mereka menceritakan kembali bagaimana masyarakat sana menikmati kuliner khasnya.

Acara yang dilangsungkan di Ramurasa, Kemang Timur, ini dibuka dengan menampilkan video pendek dari perjalanan mereka menikmati semua kuliner asli dari sana. Dilihatkan bagaimana cara masyarakat di sana mengolah makanan dengan peralatan dan perlengkapan yang sederhana namun masih tetap hangat dengan menyantapnya bersama orang tersayang.

Alasan kenapa mereka akhirnya mengunjungi Kepulauan Kei adalah karena beberapa waktu lalu Ade sempat melihat postingan Instagramnya Debryna yang juga seorang dokter ketika bertugas di sana (Kei Besar). Dilihatkan ia seperti piknik, bisa ambil bahan-bahan laut yang segar, udah gitu pemandangannya indah.

Akhirnya mereka memutuskan untuk mengunjungi Kei pada akhir Oktober lalu. Maluku Tenggara ini jauh dari keramaian, dari pulau utama. Tapi Debryna menceritakan kalo ada tempat yang harus mereka datangi, namanya Tanimbar Kei.

Seklias info kalau Kei Kecil merupakan pulau yang paling maju. Di sana terdapat hotel hingga kedai kopi yang juga biasa ditemui di Jakarta. Dari sini perlu menaiki kapal (sampan) untuk ke Kei Besar dan Tanimbar Kei.

Di sana penduduknya nggak terlalu banyak, cuma sekitar 500 orang dan nggak ada pasar tradisional. Jadi mereka harus berburu untuk bisa makan. Berburu di sini seperti menembak burung, mancing, dan lainnya. Sementara untuk mendapatkan bumbu masakan mereka harus ke Kei Kecil.

“Di sana nggak ada makanan spesialnya, semua sederhana. Mereka makan untuk survive bukan untuk menyenangkan lidah,” ujar Ade Putri. “Biasanya pendatang lah (atau turis) yang biasanya membawa pengaruh pada makanan-makanan lain,” tambahnya.

Lalu kenapa harus ke Tanimbar Kei? “Di depan hotel (sewaktu dirinya bertugas di sana) ada orang yang gali-gali tanah lalu ada seafood yang mereka kubur kemudian dibakar,” jelas Debryna. Karena hal tersebut makanya ia berpendapat bahwa Ade Putri harus mencobanya sendiri.

Mereka membakarnya menggunakan batu karang. Mirip dengan proses memasak di Papua, tapi mereka menggunakan batu kali. Alasan nggak menggunakan batu kali di Tanimbar Kei adalah karena batu arang nggak sepanas menggunakan batu kali.

Persiapan memasaknya pun nggak sesederhana ketika kita mau makan. Karena mereka perlu menganyam daun kelapa hingga berbentuk seperti keranjang. Nama makanan ini adalah hotong.

Makanan lainnya yang menarik untuk “dikulik” ada yang namanya Enbal. Sebuah tanaman yang mirip dengan singkong, tapi yang satu ini mengandung sianida yang tinggi.

Sianida memang cukup banyak diperbincangkan. Karena beberapa waktu lalu terdapat kasus dicampurnya dengan kopi sehingga memakan korban.

Jadi perlu diperhatikan memang ketika mengolah enbal ini agar menjadi aman untuk dikonsumsi. Caranya mereka adalah dengan memerasnya atau mengeluarkan airnya hingga sekitar meyisakan 20 persen.

Karena racun tersebut menempel pada airnya. Sehingga perlu untuk dikeluarkan terlebih dahulu sebelum diolah. Menariknya enbal ini memiliki lebih dari 200 cara pengolahannya; mulai dari dari makanan ringan sampai makanan utama.

“Di pasar sana, begitu tau kita bukan orang asli sana dan tertarik untuk membeli enbal, justru nggak diperbolehkan oleh penjual di sana. Mereka khawatir kita nggak tau cara mengolahnya justru malah berbahaya,” ujar Debryna.

Debryna sempat mendemokan membuat sajian dari enbal. Untuk memrosesnya ternyata nggak ribet dan tanpa menggunakan air. Karena ketika kena panas, mereka akan mengerat. Proses ini yang sempat didemokan di hadapan para wartawan dan para pakar kuliner lainnya dalam acara yang bertajuk “#WhenIn Kei: Menelusuri Satu Lagi Hidden Gem di Timur Indonesia” pada tanggal 6 Februari lalu.

Begitu matang dan siap untuk dikonsumsi, saya pun penasaran mencoba bagaimana rasanya kuliner khas dari Kepulauan Kei tersebut. Selain bertekstur lengket seperti makan ketan, pada gigitan kedua atau ketiga timbul rasa asam yang nggak terlalu menyengat.

Cukup unik emang untuk mengenal makanan khas dari Kepulauan Kei. Dan yang jelas Indonesia memiliki banyak sekali kuliner khas dari tiap daerahnya.

Lion Haloho