Kisah 10 Kuliner Ikonis Yang Akan Hadir Di Festival Jajanan Bango 2019
Kisah 10 Kuliner Ikonis Yang Akan Hadir Di Festival Jajanan Bango 2019

Perjalanan dalam Melestarikan Kuliner Asli Indonesia (part. 3)

Meneruskan usaha bisnis kuliner mungkin bisa sedikit menakutkan bagi generasi penerus. Bayangan akan wajah-wajah pelanggan yang mungkin sudah terbiasa akan racikan tangan pendahulu hingga sisi idealisme untuk menggapai cita-cita, bisa menjadikan seorang penerus mendadak ‘jiper’.

Padahal, para penjaja kuliner Nusantara ini tidak hanya bertindak sebagai regenerasi pelestarian kuliner Indonesia, tetapi juga sebagai penjaga keautentikan kuliner Indonesia yang sejati.

Dalam acara Festival Jajanan Bango 2019, PT Unilever Indonesia Tbk. membawa tema khusus, yakni “Kelezatan Asli, Lintas Generasi”, yang turut diperkaya oleh kehadiran 10 kuliner ikonis yang sarat inspirasi ini. Ini dia beberapa kisahnya seperti yang terangkum dalam kanal resmi FJB, www.bango.co.id

1/ Soto Betawi H. Ma’ruf Jakarta

Bagi Bapak Ma'ruf Said hidup di era kolonial adalah tantangan tersendiri. Sebagai warga Betawi asli, pada zaman itu beliau kerap kali mendapat perlakuan diskriminatif. Tekadnya untuk merubah nasib yang lebih baik sebagai warga asli Batavia pada jaman itu. Bapak H. Ma’ruf memutuskan untuk memulai usaha kuliner soto betawi. Dengan modal resep soto betawi yang diturunkan dari ibunda beliau, bapak H. Ma’ruf mulai melakukan percoban meracik berbagai macam rempah untuk menyempurnakan resep yang dimiliki, hingga akhirnya mampu dipertahankan keasliannya sampai saat ini.

Penggunaan bahan-bahan pilihan tanpa pengawet buatan, menjadikan kualitas rasa yang dimiliki oleh Soto Betawi legendaris ini. Kemampuan untuk menjaga kualitas rasa telah menjadi keunggulan rumah makan ini. Berawal dari gerobak pikul yang dijajakan keliling kota Jakarta hingga akhir tahun 70-an, kegigihan H. Ma’ruf berbuah manis. Perlahan tapi pasti usaha beliau terus berkembang, mulai dari tenda kaki lima, hingga sempat menetap di kawasan Menteng, kini Soto Betawi H. Ma’Ruf bisa ditemui di sekitaran Taman Ismail Marzuki.

Bicara lintas generasi, RM Soto H. Ma’ruf ini sudah dijalani turun temurun hingga saat ini, H Muchlis sudah mempersiapkan puteranya, Mufti Maulana sebagai penerus generasi ke-3. Menurutnya Soto Ma’ruf ini bukan hanya sebuah bisnis saja, melainkan juga menjadi sebagai peninggalan budaya Betawi yang perlu dilestarikan.

Sejarah kesuksesan Soto H Ma'ruf patut menjadi inspirasi bagi mereka yang bergerak di bidang kuliner. Mengulang pesan dari sang ayah, Pak H. Muchlis berkata "Kalau tak bisa berlari maka berjalanlah, kalau tak bisa berjalan maka merangkaklah, kalau anda berhenti, maka anda mati sebelum mati,". Pesan itu menjadi pegangan baginya dalam menjalani usaha warisan ini.

Dalam menjaga kualitas dan #KelezatanAsli, H. Muchlis turun langsung untuk selalu mencicipi masakan agar rasanya pas di lidah pelanggan. Tidak jarang beliau juga menyapa para tamu sekedar menerima masukan dan saran. Sikap ramahnya membekas di hati pelanggan yang tersebar dari berbagai kalangan. Menurutnya, rasa dan pelayanan adalah kunci utama sebuah bisnis kuliner yang sukses.

Rasa Sotonya tak perlu dipertanyakan. Kuahnya terasa gurih di lidah, karena campuran santannya yang pas. Daging dan jeroan yang dipakai sebagai isian soto pun terasa lembut. Membayangkan paduan rasa ketika kuah dan daging disajikan secara bersamaan tentu membuat penasaran. Jangan lupa sate ayam sebagai makanan pelengkap.

2/ Tahu Telor Cak Kahar Surabaya

Bagi masyarakat Jawa Timur terutama Kota Surabaya, tahu telor bukanlah hidangan yang asing. Namun bagi banyak orang sajian sederhana ini bisa jadi istimewa. Aroma dan rasa tahu telor khas Jawa Timur dapat menggugah selera makan siapa saja. Terdiri dari potongan tahu putih yang digoreng dalam balutan telur ayam, kemudian disajikan bersama tauge serta irisan lontong yang disiram saus kacang kental, lengkap dengan taburan bawang goreng dan kerupuk.

Warung Tahu Telor Cak Kahar adalah salah satu rekomendasi yang sulit dilewatkan bagi pecinta kuliner yang ingin merasakan #KelezatanAsli tahu telor. Resepnya telah diwariskan secara turun temurun oleh Alm. Mbah Aminah , sosok yang mengawali usaha kuliner ini pada tahun 1960. Dari racikannya telah lahir tahu telor istimewa yang ada di hati pecinta kuliner tradisional hingga sekarang.

Sebelum sukses seperti saat ini, warung ini sempat dikelola oleh Bpk Abdul Sajad , yang tak lain adalah putra dari Alm. Mbah Aminah. Sejak saat itu sampai tahun 1996, usaha rumah makan keluarga ini tetap konsisten dalam menjaga kualitas rasa. Adapun Cak Kahar yang kemudian dipercaya untuk melanjutkan warung sederhana ini hingga sekarang. Sebagai penerus, Cak Kahar tetap bertekad untuk menjaga eksistensi dan mempertahankan #KelezatanAsli dari sang empunya.

Meski terkenal dengan sajian Tahu Telor, Warung Tahu Telor Cak Kahar juga menyediakan varian pilihan hidangan, diantaranya Tahu Tek Tek dan juga Tahu Campur yang tak kalah lezat.

3/ Tengkleng Klewer Bu Edi Solo

Kuliner khas Solo yang sangat beragam menjadi tujuan favorit pecinta kuliner. Tidak heran mengapa seringkali disebut surga kuliner di tanah jawa. Salah satu makanan khas yang unik adalah tengkleng. Tengkleng adalah hidangan olahan berbahan dasar kambing dari mulai daging, iga, pipi, mata, kuping, dan jeroan lain. Tidak digunakannya santan pada proses pengolahan tengkleng adalah satu poin pembeda antara tengkleng dan gulai, itulah alasan mengapa tengkleng memiliki kuah yang encer.

Warung Tengkleng Bu Edi adalah salah satu dari sekian banyak tempat makan legendaris di Solo. Lokasi tepatnya ada di antara Masjid Agung dan Pasar Klewer. Warung tengkleng Bu Edi selalu ramai pengunjung sedari buka pada waktu jam makan siang hingga sore hari menjelang tutup.

Usaha tengkleng Klewer ini, awalnya digagas oleh nenek dari Bu Edi sendiri. Pada tahun 1971. Nenek Bu Edi memulai usaha tengklengnya dengan menggendong sepanci besar berisikan menu tengkleng khas Solo berkeliling Pasar Klewer. Hingga pada tahun 80-an Ibu Edi beralih sebagai penerus usaha tengkleng yang telah dirintis oleh ibundanya, memutuskan untuk mendirikan tenda sebagai tempat usaha berjualan tengklengnya, yang hingga saat ini masih merupakan lokasi rumah makan ini berdiri.

Melestarikan warisan budaya kuliner terutama sajian tradisional khas solo merupakan sebuah kewajiban bagi beliau. Sebagai penerus, hal tersebut menjadi salah satu alasan baginya untuk melanjutkan usaha yang telah dirintis sejak lama.

#KelezatanAsli tengkleng Bu Edi yang telah memikat banyak hati para pelanggan dari berbagai lapisan masyarakat, dari mulai orang biasa sampai pejabat pemerintahan baik dari daerah solo ataupun pejabat pemerintahan pusat. Kelezatan yang ditawarkan oleh warung tengkleng Bu Edi, tidak terlepas dari pemilihan bahan baku yang dapat menjamin dan menjaga kualitas tengkleng yang resepnya telah diwarisi lintas generasi. Serta teknik memasak tradisional bertabur rempah pilihan yang meresap ke dalam daging dan jeroan, menghasilkan citarasa yang kaya. Keunikan lain yang dimiliki oleh warung tengkleng Bu Edi, tidak lain terletak pada cara penyajian yang masih tradisional, yaitu dengan penggunaan pincuk sebagai alas penyajian tengkleng.

4/ Warung Tongseng Pak Budi

Bagi warga Jakarta, mengobati rasa rindu akan cita rasa sate kambing dan tongseng yang lezat tentu saja bukan hal yang sulit. Cukup datang ke sebuah warung makan sederhana di kawasan Pondok Bambu yang menyajikan masakan khas solo yang otentik. Dimasak secara tradisional, rasa khas nya yang tidak pernah berubah. Resep asli diwariskan turun temurun sejak puluhan tahun tentu bukan racikan sembarangan.

Berawal dari sebuah angkringan kecil dan mimpi besar seorang perantau asal Solo. Pada tahun 1985 Alm H. Senen Riyanto memulai perjuangannya di Jakarta. Bersama istri tercinta, beliau menjajakan tongseng kambing secara keliling di kawasan Menteng tepatnya di Jalan Proklamasi. Tiga tahun berlalu, kelezatan masakan beliau mulai terdengar dari mulut ke mulut. Seiring waktu pelanggan semakin bertambah dan kebutuhan untuk memuaskan hati pecinta tongseng diwujudkan oleh pasangan ini.

Tahun 1988, alm. H. Senen Riyanto dan istri memutuskan untuk menetap dan berjualan dengan tenda kaki lima. Kali ini beliau tak segan mengajak tiga orang pemuda dari kota asalnya untuk turut membantu melayani. Resep rahasia keluarga yang konsisten dan lokasi yang strategis menjadi kunci utama dalam menarik hati warga sekitar. Tidak heran jika angkringan ini memiliki pelanggan yang setia. Mulai dari komunitas elite di Menteng, hingga Keluarga Cendana dan para menteri di kala itu.

Waktu berlalu bersamaan dengan usaha yang semakin menjanjikan. Dengan modal nekat dan dukungan keluarga, di tahun 1992 beliau mengontrak sebuah ruko di Mampang Prapatan selama kurang lebih empat tahun. Tahun 1997 menjadi tahun yang penting, dimana Warung Sate dan Tongseng Pak Budi berdiri. Kali ini modal nyata hasil perjuangannya membuahkan hasil sebuah lokasi permanen di daerah Pondok Bambu yang hingga kini masih berdiri. Motivasi paling ampuh memang berasal dari keluarga tercinta, terbukti dari pemakaian nama “ Budi ” yang merupakan nama anak sulungnya.

Kisah perjuangan orang tuanya hingga sukses menjadi salah satu alasan dan motivasi bagi Eko Setyabudi untuk melanjutkan usaha rumah makan legendaris ini. Sebagai generasi penerus beliau bertanggung jawab untuk melanjutkan perjuangan dan mengembakan usaha ini hingga generasi sesudahnya.

Selanjutnya hanya waktu yang berbicara. Dengan mempertahankan #KelezatanAsli, dan kesederhanaan, terhitung di tahun 2018 Warung Sate dan Tongseng Pak Budi sudah memiliki tiga cabang yang tersebar di Jabodetabek.

Ayu Nainggolan

Pemuja rasa dan penikmat cerita

Ikuti Instagram